Powered By Blogger

Minggu, 07 Desember 2014

Kasus Penyimpangan Manajemen Operasi


Kasus-kasus Penyimpangan Manajemen Operasi di Indonesia


Penyimpangan PT MNA Dilaporkan ke Meneg BUMN


JAKARTA, (PRLM).- Hasil investigasi Komisi VI DPR RI (Panja) terhadap PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) diserahkan kepada Menteri Negara BUMN. Banyak fakta terungkap dalam laporan tersebut. Rapat kerja dengan Meneg BUMN Dahlan Iskan, Senin (7/7/2014), sempat diskors beberapa menit, karena ada fraksi yang menyatakan tidak setuju dengan isi laporan Panja tersebut.
Rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VI Erik Satria Wardhana akhirnya menyerahkan laporan tersebut kepada Meneg BUMN tanpa dibacakan. F-PDI Perjuangan, F-PAN, dan F-PPP menyatakan walkout dari ruang rapat dan tidak bertanggung jawab atas pengambilan keputusan soal Merpati.
Laporan Panja Komisi VI tersebut berisi fakta dan temuan penyimpangan di internal maupun eksternal yang dilakukan manajemen PT. Merpati Nusantara Airlines. Penyimpangan internal yang terungkap, misalnya, soal pengangkatan Haryo P Surjokusumo sebagai direktur produksi dengan menggunakan titel captain penerbang. Padahal, status tersebut tidak dapat dibuktikan. Bahkan, sejak Oktober sampai kini, yang bersangkutan tidak diketahui lagi keberadaannya.
Penyimpangan lainnya soal pengangkatan direktur niaga, direktur teknik, dan direktur operasi dengan menggunakan istilah associate directors tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Koordinasi antardireksi juga dinilai lemah. Selain itu, manajemen Merpati tidak mengontrol dan tidak mengetahui secara tepat asset bernilai tinggi di Merpati.
Sementara temuan eksternal yang bermasalah adalah penyewaan mesin CFM56-3 (Boeing 737) ke pihak Trigana tanpa persetujuan dari direksi. Penyewaan hanggar ke Lion Air dengan nilai di bawah pengaturan tarif hanggar. Pesawat sekelas ATR yang terparkir per pesawat per hari menurut SKEP adalah 330 dolar AS. Sementara manajemen menyewakannya seharga Rp1.500.000. Begitu pula pesawat sekelas boeing disewakan hanggarnya Rp1.500.000. Padahal, mestinya 660 dolar AS. (Sjafri Ali/A-88)***

 

Kasus L/C BNI dan Kepercayaan terhadap Perbankan


Sabtu, 8 November 2003
SEBELUM masa buram perbankan Indonesia berakhir saat ini, dunia perbankan Indonesia kembali digegerkan oleh kasus pembobolan melalui penerbitan surat kredit (letter of credit) atau L/C fiktif senilai Rp 1,7 triliun di bank BNI.
Sayangnya, pembobolan itu terjadi pada bank besar yang selama ini dianggap sebagai salah satu barometer dan sekaligus bank terbesar kedua di Indonesia. Beruntung kasus tersebut segera mendapat penanganan serius dari penegak hukum. Sebab, apabila tidak demikian, pasti kasus itu akan menciptakan ketidakpercayaan baru terhadap dunia perbankan. Kita berharap penanganan hukum kasus ini berjalan dengan lancar, tidak sebagaimana kasus-kasus perbankan sebelumnya.
Tentunya kita masih belum lupa, ketika kasus Bappindo akhirnya tidak jelas penanganannya hanya karena melibatkan petinggi negara. Kasus L/C fiktif BNI inipun belakangan ini disebut-sebut melibatkan capres dari salah satu partai besar di negeri ini. Semoga; apabila isu tersebut benar, tidak menjadi penghalang untuk menyingkap penyelewengan di BNI tersebut.
Risiko Manajemen
Dari aspek mikro dan mekanisme perbankan, kasus pembobolan L/C BNI tersebut, memberikan pelajaran dan peringatan yang sangat berharga akan pentingnya manajemen risiko. Mengikuti kasus pembobolan L/C pada bank BNI tersebut, penyimpangan yang terjadi karena lemahnya manajemen risiko operasional (operational risk management). Risiko operasional ini dapat terjadi karena tidak berfungsi atau kurang efektifnya proses internal. Penyimpangan demikian dapat terjadi karena kesalahan manusia, kegagalan sistem atau karena faktor eksternal yang memengaruhi perusahaan.
Oleh karena itu, risiko operasional ini bersumber dari pekerja, teknologi, customer relationship, atau faktor eksternal.
Kasus yang terjadi pada BNI tersebut merupakan kasus yang termasuk dalam kriminal dan penipuan (crime and fraud risk). Dengan demikian risiko yang terjadi adalah risiko karena adanya kejahatan kerah putih (white collar crime). Artinya, kejahatan tersebut lebih dikarenakan ketamakan dari watak manusia. Karena ini merupakan murni kejahatan karena perilaku, seharusnya ada indikator-indikator awal sudah harus bisa dideteksi. Peringatan dini akan efektif kalau sistem pengendalian risiko pada bank yang bersangkutan berjalan baik.
Peringatan dini ini dapat dilakukan dengan melihat apakah mekanisme dan prosedur yang dilakukan sudah sesuai dengan ketentuan. Sementara dari aspek eksternal verifikasi terhadap material prosedur juga harus dilakukan.
Dalam kasus pembobolan L/C tersebut, semestinya kejanggalan-kejanggalan awal sudah bisa dideteksi kalau niat menipu dari mereka yang terkait dalam kasus ini memang tidak ada. Dimulai dari bank penerbit L/C, yang adalah bukan bank koresponden. Semestinya pejabat BNI setempat mengetahui bahwa perlu jaminan yang lebih jelas; siapa penjamin L/C tersebut, untuk membayar L/C jika bank penerbit L/C bukan bank koresponden. Apakah dalam hal ini bank BNI tidak mengetahui tidak adanya jaminan atas L/C yang diterbitkan tersebut. Apakah bank BNI juga melakukan verifikasi atas dokumen ekspor dari eksportir dengan benar. Apakah dokumen-dokumen ekspor tersebut relevan dan valid. Jika ternyata dokumen tersebut nantinya ternyata dokumen ekspor palsu, semestinya pihak bank mengetahuinya.
Adanya kecenderungan niat untuk menipu seharusnya juga dapat dilihat dari nilai L/C yang dipecah-pecah menjadi lebih kecil dari nilai seluruhnya sekitar Rp 1,7 triliun. Dengan nilai yang lebih kecil, maka otorisasi pencairan uang tidak harus sampai ke pejabat pada tingkat yang lebih tinggi dari pimpinan cabang. Namun hal inipun tidak berarti direksi juga tidak mengetahui.
Dari serangkaian prosedur tersebut, tampak bahwa kebobolan akan terjadi setelah melalui penyimpangan-penyimpangan prosedur dalam proses pencairan pengajuan, pemrosesan dan pencairan L/C. Ketatnya prosedur, seharusnya akan dapat memperkecil risiko operasional. Akan tetapi, seketat apapun prosedur itu, ia akan tetap bobol jika niat untuk menipu itu memang cukup besar dari para pelaku yang terlibat dalam prosedur dan mekanisme itu.
Kerisauan Baru
Kasus BNI telah menciptakan kerisauan baru, khususnya terhadap kepercayaan terhadap perbankan. Sementara BPPN belum mampu memulihkan kepercayaan sepenuhnya dunia perbankan, orang bisa menjadi ragu mengingat BNI yang masuk kategori sebagai salah satu barometer perbankan nasional pun masih bobol.
Oleh karena itu kasus BNI ini harus dituntaskan. Jangan sampai kasus itu berhenti tanpa penyelesaian karena pertaruhannya sangat besar, yakni menjaga kepercayaan terhadap perbankan. Membiarkan kasus pembobolan L/C berarti membiarkan ketidakpercayaan terhadap perbankan terus berkelanjutan. Dan jangan lupa, nyawa indusri perbankan adalah kepercayaan nasabah terhadapnya. (82)
Penulis, Ketua Laboratorium Studi Kebijakan Ekonomi FE Undip

Terkait Sengketa dengan Nasabah, Komisi XI Panggil Manajemen Lima Bank


10 July 2013 16:23 WIB
Beberapa kasus perbankan di Tanah Air coba ditanggapi serius oleh Komisi XI DPR-RI, dengan memanggil manajemen dari lima bank yang kasus atau sengketanya masih diproses atau belum selesai. Paulus Yoga
Jakarta–Komisi XI DPR-RI memanggil manajemen lima bank terkait dengan kasus-kasus perbankan yang menyebabkan sengketa antara bank dan nasabah, dan sudaxh masuk ke proses pengadilan.
Hadir dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI di Gedung DPR, Jakarta, Rabu, 10 Juli 2013, antara lain, Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib, Direktur Utama BJB Bien Subiantoro, Direktur Utama Bank Mestika Ahmad Kartasasmita, Direktur Kepatuhan Bank Danamon Fransisca Oei, dan Direktur HRD Bank Permata Indri K. Hidayat. Tidak ketinggalan, DPR turut memanggil Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah.
“Kalau ternyata satu kasus terkait dengan kesalahan pihak bank dan nasabah, kita lihat lagi siapa inisiator dan siapa yang dapat manfaat. Kami hanya lihat administratif, kalau soal pidana ke pengadilan,” tukas Halim Alamsyah.
Sementara untuk perdata, lanjutnya, bank sentral menyediakan sarana mediasi, termasuk untuk kasus Bank Danamon yang sudah masuk mediasi BI namun belum tercapai kesepakatan di antara kedua belah pihak yang bersengketa.
Dalam mediasi ini, BI hanya bertindak sebagai mediator. Adapun untuk bisa masuk dalam mediasi BI, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi dari sebuah sengketa bank dengan nasabah, di antaranya pernah diupayakan penyelesaiannya oleh bank, sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase atau peradilan, atau belum terdapat kesepakatan, nilai tuntutan finansial yang diajukan paling banyak sebesar Rp500 juta untuk setiap kasus sengketa, pun tidak mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh kerugian immateriil.
“Khusus Bank Mega ini agak rumit karena keputusan pidana sudah ada, pegawai Bank Mega dan pegawai Elnusa dan Pemkab Batubara semua dinyatakan bersalah. Tapi dari sisi perdata di pengadilan negeri dan tinggi, Elnusa dimenangkan di pengadilan. Kami tidak bisa intervensi,” ucap Halim.
Direktur Kepatuhan Bank Danamon Fransisca Oei menjelaskan, bahwa hilangnya dana nasabah yang disimpan di Bank Danamon cabang Depok sehubungan dengan transaksi transfer dengan menggunakan PIN (Personal Identification Number) sejumlah Rp43,9 juta.
“Mengingat PIN sifatnya sangat rahasia serta personal, maka diingatkan agar nasabah menjaga kerahasiaan PIN dan hal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab nasabah. Segala kerugian dan risiko yang timbul akibat kelalaian nasabah dalam merahasiakan PIN sepenuhnya menjadi beban dan tanggung jawab nasabah,” tukasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis mengatakan, RDP tersebut membahas secara khusus mengenai kasus-kasus perbankan yang sampai saat ini masih dalam penanganan lebih lajut oleh Pengadilan. “Ini memang kita menyelidiki empat kasus perbankan,” ujarnya kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Menurutnya, kasus-kasus tersebut masih dalam proses penyelesaian, walaupun sudah tidak lagi ditangani oleh BI melainkan sudah menempuh jalur hukum dan tidak mengganggu operasional masing-masing bank. Namun, ia menekankan bahwa kondisi perbankan nasional saat ini masih sehat, yang terlihat dengan tidak adanya bank yang masuk dalam pengawasan khusus.
Kasus-kasus perbankan yang sempat dibahas dalam RDP tersebut antara lain, Kasus Bank Mega dengan Elnusa dengan sengketa dana Rp111 miliar, pun kasus pembobolan uang milik Pemkab Batubara Sumatera Utara sebesar Rp80 miliar yang raib di bank milik Chairul Tanjung tersebut.
“Bank Mega sangat concern dengan perlindyngan konsumen, kalau ada fraud di mana nasabah tidak terlibat tentu kami ganti, tapi di sini beda, bahwa semua terlibat dan sudah dihukum. Sudah di-lock di BI (escrow account) yang bisa dicairkan kalau sudah ada keputusan hukum, atau kesepakatan kedua belah pihak,” jelas Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib. (*)
Sumber : http://www.infobanknews.com/2013/07/terkait-sengketa-dengan-nasabah-komisi-xi-panggil-manajemen-lima-bank/


Manajemen Operasi

PENENTUAN JENIS BISNIS

Dasar Pertimbangan
Penentuan jenis bisnis merupakan langkah awal dalam pelaksanaan bisnis, jadi untuk melaksanakan langkah tersebut diperlukan pertimbangan, antara lain :
1.     SWOT. SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threats) atau Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Tantangan.
2.     Besar kecilnya laba yang dimiliki
3.     Kemampuan yang dimiliki
4.     Lingkungan sekitar yang mendukung, dan lainnya.

Metode Penentuan Jenis Bisnis
Metode yang dapat kita lakukan untuk menentukan jenis bisnis, meliputi:
1.     Metode Kualitatif
a.     Historis (Sejarah)
Metode ini dapat berupa pengalaman yang telah dilakukan, baik diri sendiri atau orang lain, sehingga kita melanjutkan hal-hal yang mendukung suksesnya bisnis serta kita mengetahui masalah yang kemungkinan akan terjadi dan kita melakukan kesalahan yang sama di pengalaman lalu.
b.     Masalah yang Terjadi
Dengan melihat musibah yang sedang terjadi, dapatlah kita menentukan jenis bisnis yang dapat menyelesaikan ataupun menanggulangi musibah tersebut.
c.     Membaca Lingkungan
Metode ini dapat kita gunakan dalam menentukan jenis bisnis yang sesuai dengan lingkungan sekitar kita.
d.     Analisis SWOT
Dalam metode ini, kita dapat melakukan penentuan bisnis yang memiliki peluang yang besar dan kita mampu pula melaksanakannya.
e.     Pendapat para Ahli
Berdasarkan metode ini, kita menentukan jenis bisnis yang telah dilakukan orang lain yang sukses, sehingga kita dapat mengulang kesuksesan yang dicapai orang tersebut.
f.      Waktu

2.     Metode Kuantitatif
Selain metoda di atas, penentuan bisnis dapat pula dilakukan dengan jalan kuantitatif (perhitungan), yaitu:
a.     Presentasi data yang dibisniskan.
b.    Analisis Trend.
c.     Forecast.

Jenis Bisnis
1.     Berdasarkan kebutuhan, meliputi :
Pokok, Sandang, dan Tersier.
2.     Berdasarkan baru tidaknya jenis bisnis :
Bisnis baru dan Bisnis tiruan.
3.     Berdasarkan bidangnya, meliputi :
Perdagangan, Perindustrian, Perhotelan, Pariwisata, dan lain-lain.


PEMILIHAN DAN PENDIRIAN BENTUK PERUSAHAAN

Dasar Pertimbangan
Dasar pertimbangan pemilihan dan pendirian bentuk perusahaan, meliputi:
1.     Laba atau sasaran yang akan dicapai.
2.     Kemampuan yang dimiliki, terdiri dari:
Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manajerial, dan Sumber Informasi Manajemen.
3.     Analisis SWOT.
4.     Modal yang dimiliki maupun yang diperlukan untuk memulai usaha.
5.     Tenaga kerja yang tersedia.
6.     Peraturan pemerintah yang mengatur dan berlaku.
7.     Syarat yang harus dipertimbangkan.
8.     Lingkungan, dan lain-lain.

Jenis Perusahaan
Jenis perusahaan dibedakan berdasarkan :
1.     Berdasarkan Bidang Usaha terdiri dari :
a.    Agraris, meliputi pertanian, perikanan, dan lain-lain.
b.    Ekstraktif, meliputi bahan galian tambang.
c.     Industri, meliputi proses input menjadi output.
d.    Perdagangan.
e.    Jasa, contohnya pegadaian.

2.     Berdasarkan Proses Produksi :
a.    Analisis, adalah bentuk perusahaan yang mengelola satu bahan baku menjadi banyak hasil produksi.
b.    Sintesis, adalah bentuk perusahaan yang menggunakan berbagai macam bahan baku menjadi hasil satu produksi.
c.     Pabrikan, adalah bentuk perusahaan yang mengubah input menjadi output melalui proses pabrikan.
d.    Jasa, adalah bentuk perusahaan yang bersifat nonmaterial.

3.     Berdasarkan Skala (Ukuran besar-kecilnya)
a.    Perusahaan kecil.
b.    Persusahaan menengah /sedang.
c.     Perusahaan besar.

4.     Berdasarkan Kerjasamanya
a.    Trust. Trust adalah kerjasama beberapa perusahaan yang melebur modalnya jadi satu dengan tujuan untuk mamajukan perekonomian.
b.    Kartel. Kartel adalah kerjasama beberapa perusahaan sejenis dengan perjanjian di bidang tertentu, seperti:
Kartel Harga, Kartel Wilayah, Kartel Produksi, dan lain-lain.
c.     Holding Company. Holding Company adalah kerjasama beberapa perusahaan dalam pengambilalihan sebuah perusahaan oleh perusahaan lain, yang lebih kuat keuangannya dengan membeli saham-sahamnya,
d.    Concern. Concern adalah kerjasama beberapa perusahaan di bidang tertentu secara spesifik.
e.    Joint Ventura. Joint Ventura adalah kerjasama beberapa perusahaan yang berasal dari domestik atau antarnegara menjadi satu perusahaan untuk mencapai konsentrasi kekuatan ekonomi yang lebih padat, seperti dalam bidang:
Lisensi, Assembling, Skill, Manufactur, dan Modal (Invest).
f.      Asosisasi. Asosiasi dilakukan melalui berbagai cara, antara lain:
Paralelisasi, Integrasi, Diversifikasi, Merger, dan Konsinasi.

5.     Berdasarkan Cara Pendiriannya (Badan Hukum yang dimiliki)
a.     Perusahaan Perseorangan
Perusahaan Perseorangan adalah perusahaan yang didirikan oleh individu selaku perseorangan yang modalnya berdasarkan kekayaan pribadinya yang segala urusannya menjadi tangung jawabnya dengan ciri-ciri: Modalnya terbatas, Resiko yang harus dihadapi kecil, Pendiriannya relatif murah, Administrasi tidak teratur dan tidak tertib, Tidak ada pemisahan antara urusan pribadi dan perusahaan, Rahasia terjamin, Tanggung jawab pemilik yang tidak terbatas, Tidak efektif dan efisien, dan Manajemennya berdasarkan pengalaman.

b.     Firma (Fa)
Firma (Fa) adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha antara dua orang atau lebih dengan nama bersama, dimana tanggung jawab masing-masing firma tidak terbatas, sedangkan laba yang akan diperoleh dari usaha tersebut bersama-sama dan jika rugi semuanya ikut menanggung.  Syarat pendiriannya adalah membuat surat permohonan ke Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, dan Departemen Kehakiman. Kebaikan Firma, antara lain: Modal relatif lebih besar dari usaha perseorangan, Mudah memperoleh kredit, Kemampuan manajemen lebih besar karena ada pembagian kerja antara anggota, dan Pendiriannya mudah. Keburukan Firman, antara lain: Tanggung jawab pemilik tidak terbatas, Kelangsungan perusahaan tidak menentu, Kerugian akibat seseorang anggota harus ditanggung bersama, Syarat dan prosedurnya rumit, dan Sering terjadi perselisihan.

c.     Perseroan Komanditer (Comanditare Vennotschap / CV)
Perseroan Komanditer (CV) menurut Kitab Undang Undang Hukum Dagang Pasal 19 adalah sutau bentuk perjanjian kerjasama untuk berusaha bersama antara orang-orang yang bersedia memimpin, mengatur perusahaan, dan bertanggung jawab penuh dengan kekayaan pribadinya, dengan orang-orang yang memberikan pinjaman dan tidak bersedia memimpin perusahaan serta bertanggung jawab terbatas pada kekayaan yang diikutsertakan dalam perusahaan tersebut.  Atau dengan kata lain Persekutuan Komanditer adalah bentuk perusahaan yang modalnya terdiri dari saham biasa dan komanditer dengan tanggung jawab yang berbeda.  Dimana saham biasa tanggung jawabnya hanya sebesar nilai sahamnya sedangkan saham komanditer tanggung jawabnya tak terbatas.
Keanggotaan dalam Persekutuan Komanditer, terdiri atas beberapa sekutu, antara lain:
·      Sekutu Pemimpin (General Partner) adalah anggota yang aktif dan duduk sebagai pengurus, umumnya modal yang disetor lebih besar dari anggota lain.
·      Sekutu Terbatas (Limited Partner)
·      Sekutu Diam (Silent Partner) adalah anggota yang tidak ikut aktif dalam kegiatan perusahaan, tetapi diketahui umum bahwa mereka anggota Persekutuan Komanditer.
·      Sekutu Rahasia (Secret Partner), anggota yang aktif, tetapi tidak diketahui umum bahwa mereka sebenarnya termasuk anggota.
·      Sekutu Dormant (Dormant Partner), Sekutu Dormant adalah anggota yang tidak aktif peranannya di dalam perusahaan dan tidak diketahui umum bahwa mereka sebenarnya termasuk anggota.
·      Sekutu Nominal (Nominal Partner) adalah anggota yang sebenarnya bukan pemilik perusahaan, tetapi ia selalu memberikan saran kepada anggota lain dengan kata-kata atau tindakan seperti partner.
·      Sekutu Senior dan Yunior adalah anggota yang ditentukan berdasarkan pada lama bekerjanya dalam perusahaan.
Kebaikan Perseroan Komanditer, antara lain:
·      Modal yang dikumpulkan lebih besar.
·      Mudah mendapat kredit.
·      Kemampuan manajemen lebih baik.
·      Pendiriannya mudah, yaitu tidak melalui Kehakiman

Keburukan Perseroan Komanditer, antara lain:
§  Sebagian sekutu mempunyai tanggung jawab tidak terbatas.
§  Kelangsungan hidup tidak menentu.
§  Sulit untuk menarik kembali modal.

d.     Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan Terbatas (PT) adalah suatu bentuk perusahaan yang modalnya tediri dari saham-saham dengan tanggung jawab terbatas sebesar nilai saham yang dimiliki.  Saham Perseroan Terbatas terbagi atas :
·      Saham Istimewa, dengan ciri-ciri : Suara lebih didengar dan Pendapatan berupa deviden lebih diutamakan.
·      Saham Biasa
Jenis-jenis Perseroan Terbatas, antara lain :
·      Perseroan Terbatas Perseorangan, memiliki ciri-ciri, yaitu saham dipegang oleh satu orang pemegang saham yang juga menjadi direktur perusahaan tersebut.
·      Perseroan Terbatas Terbuka, memiliki ciri-ciri, yaitu saham boleh dimiliki oleh setiap orang.
·      Perseroan Terbatas Tertutup, memiliki ciri-ciri, yaitu saham hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu di dalam perusahaan.
·      Perseroan Terbatas Kosong, merupakan perusahaan yang tidak menjalankan usaha lagi hanya tinggal namanya saja.

e.     Perusahaan Negara
Perusahaan Negara adalah bentuk perusahaan yang modalnya dari kekayaan negara yang disisihkan untuk bisnis.  Macam-macam perusahaan negara, antara lain:
·      Perusahaan Umum (Perum), adalah perusahaan negara dengan bidang usaha berupa jasa-jasa vital.
·      Perusahaan Jawatan (Perjan), adalah perusahaan negara dengan bidang usaha untuk kesejahteraan umum.
·      Perusahaan Perseroan (Persero), adalah perusahaan negara yang modalnya berupa saham, contohnya BUMN.

f.      Perusahaan Daerah
Perusahaan Daerah adalah perusahaan yang modalnya dari kekayaan daerah yang disisihkan dengan tujuan untuk mencari laba guna pembangunan daerah.

g.     Koperasi
Koperasi adalah bentuk perusahaan yang anggotanya terdiri dari orang atau lembaga yang bekerja sama atas azas kekeluargaan dengan tujuan bisnis dan memberikan pelayanan umum. Pengertian Koperasi menurut Undang Undang dibagi menjadi:
·      Undang Undang Nomor 12 Tahun 1967, Koperasi merupakan public service.
·      Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992, Koperasi merupakan kegiatan bisnis dan pelakunya harus mempunyai jiwa bisnis.

h.     Yayasan
Yayasan adalah suatu usaha yang bergerak dalam bidang public service yang modalnya berasal dari para donatur dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
PENENTUAN LOKASI BISNIS

Pengertian Lokasi Bisnis
Lokasi bisnis adalah tempat yang menjadi pusat kegiatan bisnis, baik teknis, administrasi, ataupun manajerial.  Lokasi juga juga mempengaruhi sukses atau tidaknya bisnis, jadi kita harus memilih lokasi strategis, dimana lokasi strategis merupakan lokasi memilih kemudahan dalam faktor berikut:
·      Mudah mencari faktor produksi.
·      Mudah mengembangkan bisnis.
·      Mudah menjual produksi.
·      Mudah memproduksi.

Faktor yang Dipertimbangan  dalam Penentuan Lokasi Bisnis
Faktor penentu lokasi bisnis, meliputi:
·      Pasar yang memiliki banyak konsumen.
·      Bahan baku dengan kualitas baik dan harga yang murah.
·      Tenaga kerja dengan kualitas baik dan upah yang rendah.
·      Transportasi yang lancar.
·      Bank atau lembaga keuangan lainnya.
·      Listrik.
·      Air yang lancar
·      Pajak atau sewa yang murah.
·      Peraturan Pemerintah mendukung.
·      Kebudayaan mendukung.
·      Alam yang mendukung.

Penentuan Lokasi Bisnis
1.              Pendapat A. Webber
Dalam menentukan lokasi bisnis, carilah lingkungan yang ditinjau dari lancar atau tidaknya transportasi.  Adapun rumus yang mendukung penentuan lokasi, yaitu:
Text Box: BI   =    BB
                  HP


                                       

Keterangan               :           BI        =          Bahan Indeks
                                                               BB       =          Bahan Baku
                                                               HP       =          Hasil Produksi
Kesimpulan                          :
a.    Jika BI > 1, maka lokasi yang diambil dekat dengan bahan baku (raw material).
b.    Jika BI = 1, maka lokasi yang diambil dekat dengan bahan baku (raw material) dan pusat pasar (market).
c.     Jika BI < 1, maka lokas

2.              Pendapat William James Booth
Dalam penentuan lokasi bisnis, kita dapat melakukan penilaian dan evaluasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi atau faktor penentu, kemudian dibandingkan dengan nilai standar dan dipilih dari nilai yang tertinggi.  Penilaian dari faktor-faktor penentu lokasi bisnis, contohnya dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1.  Contoh Perhitungan Penentuan Lokasi Bisnis Menurut William J.B.
No.
Faktor Penilaian
Nilai Standar
Lahan A
Lahan B
Lahan C

1.
2.
3.
4.
5.

6.
7.
8.
9.
10.

Pasar
Bahan Baku
Tenaga Kerja
Transportasi
Bank atau Lembaga
Keuangan Lainnya
Listrik
Air
Pajak atau Sewa
Peraturan Pemerintah
Kebudayaan

25
20
15
9
8

7
6
5
3
2

25
16
10
8
7

6
5
4
3
2

25
20
12
8
6

5
4
3
2
1

18
18
15
7
6

4
3
2
2
0

3.              Pendapat Jackues and Terry
Penentuan lokasi bisnis berdasarkan ramalan sebagai berikut : Volume penjualan, Volume produksi, Biaya produksi, pemasaran, dan administrasi, Laba per unit, dan Laba total.

4.              Kesimpulan
Pendapat dari ketiga ahli tersebut, masing-masing memiliki kelemahan, antara lain:
·    A. Webber                   : Tidak memperhatikan kemajuan transportasi.
·    William J.B. : Pendapatnya lebih baik dari pendapat ahli lainnya karena menganalisis juga nilai dari factor pendukung, namun memiliki kelemahan dalam data yang terkadang kurang akurat.
·    Jackues & Terry : Ramalan tidak memiliki kepastian.
Jadi, dalam penentuan lokasi bisnis, ada beberapa alternatif utama, antara lain: Lokasi dekat dengan bahan baku, Lokasi dekat dengan pasar, Lokasi dekat dengan bahan baku dan pasar, Aglomerasi (kecenderungan berkumpul dalam satu lokasi), Deglomerasi (kecenderungan berpencar), Lokasi berdasarkan Peraturan Pemerintah, Lokasi berdasarkan faktor alam, Lokasi berdasarkan pertimbangan khusus, dan Lokasi berdasarkan sejarah atau histories.

PENGADAAN SARANA DAN PRASARANA BISNSIS

Pengertian Prasarana dan Sarana Bisnis
Prasarana dan sarana adalah unsur-unsur yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan organisasi, khususnya perusahaan, baik unsur fisik (lokasi, bangunan, mesin, dan peralatan) maupun nonfisik (organisasi dan administrasi).

1.     Dasar Pertimbangan Pengadaan Prasarana dan Sarana Bisnis
Dalam pengadaan prasarana dan sarana bisnis, perlu pertimbangan antara lain :
·      Target atau sasaran yang ingin dicapai,
·      Kapasitas.
·      Suku cadang,
·      Umur, yang terdiri dari:
o   Teknis, merupakan alat prasarana dan sarana sejak dibeli sampai tidak dapat dipakai lagi.
o   Umur ekonomis, merupakan umur alat prasarana dan sarana sejak dibeli sampai saat barang tersebut tetap memperoleh laba yang sama dengan nol.
·      Harga.
·      Pemeliharaan (maintenance),
·      Izin,
·      Tenaga kerja, selaku operator,
·      Tata letak, yang terbagi atas:
o   Bersifat tetap.
o   Dapat diubah sesuai selera.

Jenis Prasarana dan Sarana Bisnis
Dalam berbisnis basar atau kecil lazimnya memerlukan prasarana dan sarana bisnis tertentu saesuai dengan kondisi dan skala perusahaan Jenis prasarana dan sarana dapa dileompokkan sabagai berikut :
1.     Prasarana dan Sarana Nonfisik
a.         Organisasi sebagai prasarana.
b.         Man, Money, Matherial, Machine, Method, Market (6M) sebagai sarana.

2. Prasarana dan Sarana secara Fisik
a.         Berdasarkan Kapasitas, yaitu: besar, sedang, kecil.
b.         Berdasarkan Ketahanan, yaitu: permanen, semi permanen, nonpermanen.
c.          Berdasarkan Kegunaan, yaitu: umum, khusus, gabungan.